Senin, 10 Juni 2013

refleksi (86): Mathematics and Language 2




HENI KUSUMA
PGSD/ 2F/ 12108241073

Sekali lagi ditegaskan dalam artikel di atas bahwa rasa suka, rasa tertarik, rasa cinta terhadap matematika tidak boleh dipaksakan pada siswa. Masalahnya adalah bagaimana guru memfasilitasi siswanya untuk belajar matematika dengan senang hati. Selama ini kebencian siswa terhadap matematika dikarenakan kesalahan guru yang dalam melakukan pendekatan. Metode pembelajaran yang menjemukan, menjenuhkan, membosankan, dan tiba-tiba matematika menyerang dengan amat mengerikan, hanya akan membuat siswa semakin ketakutan berhadapan dengan mata pelajaran yang bernama ‘matematika’. Di sisi lain, guru pun seringkali ‘meyakinkan’ bahwa matematika itu menyenangkan, matematika itu indah. Maka inovasi pembelajaran itu perlu dilakukan. Guru dapat memvariasikan beberapa metode yang telah ada sehingga tidak akan menimbulkan kejenuhan pada siswa selama belajar. Guru harus mampu menjalankan perannya sebagai fasilitator untuk siswa dapat lebih leluasa mengeksplorasi pengetahuan mereka tentang matematika secara keseluruhan. Guru harus mampu menunjukkan bagaimana dan apa adanya matematika. Masalah suka atau tidak suka itu relatif, guru tidak bisa memaksa semua siswa untuk menyukai matematika. Rasa senang atau suka itu datangnya dari diri siswa sendiri.
Sebagai guru, harus bisa mengendalikan ego. Kebanyakan peristiwa yang terjadi di dalam kelas, khususnya pada saat pelajaran matematika, di Indonesia, hanya segelintir siswa dengan kemampuan di atas rata-rata (dibandingkan kemampuan teman satu kelas) yang mau dan mampu mengikuti pembelajaran matematika seperti yang dikehendaki guru. Inilah kelalaian guru, di mana guru belum mampu secara menyeluruh melayani kebutuhan anak, guru belum mampu memahami kepribadian masing-masing anak, dan memaksa mereka untuk tetap mencapai tujuan matematika yang sama dengan cara yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar