HENI KUSUMA
PGSD/ 2F/ 12108241073
Sekali lagi ditegaskan dalam
artikel di atas bahwa rasa suka, rasa tertarik, rasa cinta terhadap matematika
tidak boleh dipaksakan pada siswa. Masalahnya adalah bagaimana guru
memfasilitasi siswanya untuk belajar matematika dengan senang hati. Selama ini
kebencian siswa terhadap matematika dikarenakan kesalahan guru yang dalam
melakukan pendekatan. Metode pembelajaran yang menjemukan, menjenuhkan,
membosankan, dan tiba-tiba matematika menyerang dengan amat mengerikan, hanya
akan membuat siswa semakin ketakutan berhadapan dengan mata pelajaran yang
bernama ‘matematika’. Di sisi lain, guru pun seringkali ‘meyakinkan’ bahwa
matematika itu menyenangkan, matematika itu indah. Maka inovasi pembelajaran
itu perlu dilakukan. Guru dapat memvariasikan beberapa metode yang telah ada
sehingga tidak akan menimbulkan kejenuhan pada siswa selama belajar. Guru harus
mampu menjalankan perannya sebagai fasilitator untuk siswa dapat lebih leluasa
mengeksplorasi pengetahuan mereka tentang matematika secara keseluruhan. Guru
harus mampu menunjukkan bagaimana dan apa adanya matematika. Masalah suka atau
tidak suka itu relatif, guru tidak bisa memaksa semua siswa untuk menyukai
matematika. Rasa senang atau suka itu datangnya dari diri siswa sendiri.
Sebagai guru, harus bisa mengendalikan
ego. Kebanyakan peristiwa yang terjadi di dalam kelas, khususnya pada saat
pelajaran matematika, di Indonesia, hanya segelintir siswa dengan kemampuan di
atas rata-rata (dibandingkan kemampuan teman satu kelas) yang mau dan mampu
mengikuti pembelajaran matematika seperti yang dikehendaki guru. Inilah
kelalaian guru, di mana guru belum mampu secara menyeluruh melayani kebutuhan
anak, guru belum mampu memahami kepribadian masing-masing anak, dan memaksa
mereka untuk tetap mencapai tujuan matematika yang sama dengan cara yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar