Senin, 10 Juni 2013

refleksi (44): Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 8: Architectonic Mathematics (1)



HENI KUSUMA
PGSD/ 2F/ 12108241073

Pada artikel di atas dijelaskan bahwa pembudayaan matematika di Perguruan Tinggi dapat dilakukan dengan cara mendorong kemandirian mahasiswa untuk membangun sendiri (tentu dengan bantuan dosen), menurut saya cara ini sudah dijalankan dengan baik dan cenderung lebih mudah untuk menerapkannya. Namun, pada pembudayaan matematika di sekolah sepertinya masih perlu upaya-upaya yang harus diusahakan untuk dapat menerapkannya secara konsisten dan benar-benar bisa terwujud budaya matematika. Dalam artikel di atas dikatakan bahwa membudayakan matematika di sekolah memang tidaklah mudah dilakukan, karena kita menghadapi apa yang disebut sebagai Transforming Phenomena antara belajar matematika bagi orang dewasa di Perguruan Tinggi dan belajar matematika bagi anak-anak di Sekolah. Secara pedagogis dan secara psikologis, karakter belajar matematika orang dewasa dan anak-anak sangatlah berbeda. Oleh karena itu, agar Architectonic Mathematics dapat dikembangkan di SD kita harus melakukan Transforming Phenomena secara besar-besaran untuk semua aspek belajar matematika termasuk subyek belajar matematika dan matematikanya itu sendiri. Transforming Phenomena itu sendiri meliputi transfer the ideas, transfor the theories, transform the paradigm, transfor the philosophy, transform the concept of mathematics, trasnform the method of mathematics, transform the attitude of mathematics, trasnform the resources of learning mathematics, trasform the method of teaching mathematics, transform the perception what is called the competences of mathematics.
Setidaknya, dengan memahami perbedaan karakteristik di atas, guru harus bisa memposisikan diri sebaik-baiknya dalam kelas. dalam sekolah, menghadapi banyak siswa dengan banyak karakter, guru harus pintar-pintar membaca karakter masing-masing individu sesuai dengan tingkatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar