Jumat, 08 Maret 2013

refleksi (20)


Perlunya Gebrakan Baru dalam Pembelajaran Matematika

Pendidikan di Indonesia semakin memprihatinkan. Selain kurang dalam pemerataannya ke pelosok-pelosok, diperburuk lagi dengan  para pendidik yang masih saja setia dengan cara mengajar jaman Belanda. Sudah saatnya ada pembaharuan pada pendidikan di negeri ini. Guru haruslah mampu menciptakan inovasi belajar yang berorientasi pada siswa. Guru dapat menggunakan berbagai metode dalam pembelajarannya. Meskipun guru ( dalam hal ini guru yang berstatus sebagau PNS ) harus melaksanakan kebijakan pemerintah, namun diperlukan pula kreativitas guru untuk tidak membuat proses belajar menjadi teacher oriented. Guru supaya tetap mampu menjadi seorang guru hakiki, guru yang bisa membimbing anak mencapai keberhasilan mereka. Pada saat guru sudah berada di dalam kelas, maka saat itulah guru berkesempatan untuk menjadi guru hakiki. Guru hakiki tidak akan memaksakan pendapat kepada siswanya, guru hakiki adalah guru yang mau memberi kebebasan anak didiknya mencari bentuk bagaimana diri mereka bisa menguasai suatu ilmu pengetahuan dengan cara mereka sendiri.
 Pendidikan tidak semerta-merta dilakukan oleh guru kepada murid untuk melaksanakan apa yang telah diatur pemerintah. Sebagian besar guru matematika di Indonesia seringkali tidak sopan terhadap matematika, dalam arti guru dengan cara mengajarnya membuat matematika terkesan tidak menyenangkan. Kebanyakan kasus ini dikarenakan guru kurang tanggap dengan kebutuhan siswa serta guru juga kurang memahami karakter masing-masing siswa yang berbeda satu sama lain, sehingga dalam mengikuti pembelajaran pun untuk bisa memahami apa yang mereka pelajari, menggunakan cara atau sikap yang berbeda-beda pula. Maka dari itu sangat diperlukan kesadaran guru untuk mulai mempelajari bagaimana watak anak didiknya satu per satu agar pembelajaran matematika dapat berlangsung menyenangkan dan dapat mencapai target yang diinginkan, baik target yang diinginkan guru maupun siswa. Guru bisa melakukan tindakan observasi dan penelitian guna menghilangkan persepsi lama siswa terhadap matematika, yaitu dengan cara mengembangkan intuisi pada anak Sekolah Dasar. Seperti kita tahu bahwa intuisi itu sendiri merupakan pemahaman atau pengetahuan yang tidak bisa dijelaskan atau didefinisikan kapan mulainya, di mana, dan seperti apa, namun intuisi dapat diperoleh dari pergaulan. Intuisi ada dalam tindakan, pikiran, dan hati. Apabila siswa terbiasa melakukan tindakan yang benar, maka intuisi tindakannya juga benar. Maka sudah jelas dalam hal ini akan pentingnya intuisi. Tinggal bagaimana guru bisa mengarahkan anak didiknya agar intuisi mereka tidak menyimpang.
Telah menjadi ketentuan Tuhan bahwasanya manusia itu lemah, terbatas, dan kekurangan, maka dari itu diperlukan ikhtiar untuk tidak selamanya berada dalam kungkungan watak tersebut. Seorang guru harus mau belajar memperbaiki diri, mengetahui dimensi diri. Guru selain cerdas dalam profesinya juga harus mampu bermanfaat bagi orang lain, terlebih bagi anak didiknya, guru supaya benar-benar bisa dijadikan perantara, fasilitator mereka dalam mengembangkan serta mencari ilmu pengetahuan.
Selama ini, masih banyak siswa menempatkan dirinya sebagai tong kosong, siswa merasa dan dianggap sebagai obyek yang siap diisi dengan apapun bahkan mungkin yang tidak mereka butuhkan. Sehingga kebanyakan dari mereka akan lebih cepat merasa lelah dalam pembelajaran. Meskipun tidak ada antusiasme terhadap apa yang mereka pelajari, mereka memaksakan diri untuk mengikuti pikiran banyak orang. Maka guru perlu membiarkan mereka mandiri, membeiarkan siswa mempelajari apa yang ingin mereka pelajari, pun dengan cara mereka sendiri, karena bukan guru yang belajar, melainkan siswa. Pengetahuan itu milik siswa, sehingga di sinilah fungsi refleksi, yaitu sebagai sarana membandingkan berbagai pendapat yang berbeda, dan siswa mampu mengemukakan pendapatnya sendiri, tidak terus-terusan pasrah dengan apa yang menjadi pendapat orang lain.
Agar suatu pengetahuan semakin kokoh, maka diperlukan pula kombinasi antara pengalaman dan pikiran. Suatu ilmu harus sintetik, artinya harus ada pengalaman, bukan asal membuat teori. Dikatakan pula bahwa pengalaman itu adalah guru terbaik, maka lahirnya suatu ilmu atau teori sudah pasti karena ada peristiwa di masa lampau yang menyebabkan ilmu tersebut muncul. Ilmu pengetahuan semakin berkembang dari zaman ke zaman, manusia mengonstruksi ilmu pengetahuan melalui berbagai cara yang berbeda. Ilmu atau sebuah teori bisa didapatkan dari hasil perjanjian atau kesepakatan maupun hasil pengamatan. Dengan demikian, agar guru tidak tertinggal oleh perkembangan dunia khususnya perkembangan ilmu pengetahuan, guru harus berusaha untuk berkomunikasi dengan kawula muda, karena semakin tinggi ilmu maka kemampuan berkomunikasi seseorang akan semakin meningkat. Hal ini diperlukan dalam pembelajaran matematika. Mengingat bahwa problem pembelajaran matematika ada pada guru, komunikasi mutlak diperlukan. Pada hakikatnya, dalam matematika lebih banyak menekankan aspek kualitatif, komunikatif, serta afektifnya. Komunikasi yang kurang tepat, sering terjadi kesalahan, dan tidak mampu menyesuaikan dengan keadaan di tempat belajar merupakan salah satu penyebab terkikisnya antusiasme anak dalam belajar matematika.
Sepertinya diperlukan suatu gebrakan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. perlu adanya sebuah reformasi untuk mengubah paradigma pembelajaran lama menjadi lebih inovatif. Bila perlu dibuat kebijakan yang memungkinkan guru harus mengajar secara inovatif. Selain itu, pelatihan bagi para guru untuk menjadi seorang guru hakiki juga bisa saja dicanangkan. Kesemuanya itu tak lain adalah untuk mengejar ketertinggalan pendidikan di Indonesia yang semakin terpuruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar