Setelah menyaksikan sebuah video yang menayangkan
tentang bagaimana proses pembelajaran matematika pada siswa kelas 2 Sekolah
Dasar di salah satu Sekolah Dasar di
Jepang, kini saya semakin mengerti teknis dari pelaksanaan pembelajaran yang
inovatif.
Dari video tersebut, dapat saya temukan bahwa
pembelajaran matematika untuk siswa kelas 2 di Sekolah Dasar di Jepang sangat
jauh berbeda dengan yang diterapkan di Indonesia. pada awal pembelajaran, guru
melakukan apersepsi sebagai pengantar menuju materi. Dalam kelas tersebut,
tidak hanya diampu oleh seorang guru, melainkan ada dua guru yang bekerja sama sebagai
team teaching untuk melakukan suatu
penelitian terhadap proses pembelajaran mereka sendiri, serta terhadap
perkembangan anak dalam mencapai keberhasilan dalam pembelajaran tersebut.
Mereka menyusun LKS sedemikian rupa yang dirancang khusus untuk siswa. Dalam
kelas tersebut siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan masing-masing siswa
diberi satu lembar kerja. Sebelum masuk ke dalam inti dari pembelajaran
tersebut, guru memberikan penjelasan singkat mengenai permasalahan yang akan di
analisis siswa pada LKS, serta guru juga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan pendapat mereka dengan tujuan menyamakan konsep agar tidak
terjadi kesalahpahaman dalam tahap pembelajaran selanjutnya.
Pembelajaran di Jepang menekankan pada metode diskusi.
Siswa diberi kesempatan berdiskusi dalam kelompoknya untuk menganalisis
permasalahan, membangun kemampuan olah pikir terhadap materi yang diajarkan. Antusiasme
belajar mereka pun sangat tinggi, semua anak bekerja secara aktif. Tidak
terlihat wajah tegang, mereka bekerja dalam suasana yang santai. Guru
benar-benar menjalankan perannya sebagai fasilitator siswa dalam belajar. Hal
ini terbukti melalui aktivitas guru yang mendatangi satu per satu kelompok
untuk memberikan bimbingan atau pengarahan jikalau ada siswa yang masih belum
memahami suatu hal kaitannya dengan masalah yang mereka hadapi. Meski begitu,
guru tidak merenggut kebebasan siswa, tetap siswalah yang mendominasi dalam
peran menemukan pemecahan masalah. Guru melayani apa yang dibutuhkan siswa.
Dalam proses diskusi, diterapkan atau dikembangkan metode yang berprinsip dari
siswa, oleh siswa, dan untuk siswa. Dapat diartikan, bahwa dengan jalan diskusi
ini, siswa menemukan sendiri ilmu pengetahuannya melalui pertukaran pendapat
dengan teman sekelompok atau yang lainnya. Siswa dengan bebas mengeksplorasi
segala potensi yang mereka miliki untuk menemukan sebuah pemecahan masalah (problem solving). Tidak banyak campur
tangan guru, siswa berjalan sendiri dengan cara mereka masing-masing. Materi
pelajaran memang sengaja dikembangkan sedemikian rupa sehingga siswa tidak
hanya mampu menentukan apa jawaban dari masalah yang berkaitan dengan materi
yang mereka bahas, akan tetapi siswa juga diharapkan mampu menganalisis secara
mendalam tentang konsep materi itu.
Saya saksikan juga dalam video tersebut, tampak ada
perundingan antara dua guru setelah siswa mengumpulkan hasil diskusi LKS
mereka. Di sinilah bukti bahwa mereka melakukan penelitian terhadap jalannya
pembelajaran serta sangat memperhatikan perkembangan siswa, dapat mengetahui
seberapa jauh siswa mampu menguasai suatu materi. Masing-masing guru mempunyai
dasar semacam indikator yang sama untuk mengetahuinya. Dengan cara ini, guru
akan lebih dapat memahami dan mengetahui cara terbaik dalam pembelajaran.
Tahap selanjutnya siswa secara bergantian menampilkan
apa yang telah ia dapatkan dari hasil diskusi tersebut di depan kelas, saya
melihat banyak keistimewaan dari anak-anak itu. mereka mampu menemukan hal-hal
yang baru dalam menganalisis lembar kerjanya. Tidak sedikit teman lain dengan
antusias dan percaya diri mengemukakan pendapat-pendapat, saling melengkapi,
memberi masukan serta koreksi, dan melakukan tanya jawab, sehingga semua siswa
pun dapat memahami materi itu lebih mantap. Apabila siswa merasa sulit untuk
menjawab, ada guru yang siap membantu. Guru juga menanyakan beberapa hal untuk
mengetahui seberapa dalam pemahaman siswa mengenai masalah serta pemecahannya
itu. ternyata terbukti dengan metode ini siswa benar-benar mampu menemukan
sendiri pemecahan masalahnya, bukan guru yang langsung memberi tahu.
Pada akhir pembelajaran, siswa merefleksi akan
jalannya pembelajaran, bagaimana cara guru mengajar, sehingga ini juga akan
memberikan masukan terhadap guru untuk mengetahui metode apa yang baiknya
digunakan pada pertemuan berikutnya. Saya melihat guru sebagai guru yang hakiki
di sini. Guru di Jepang sudah mampu mengembangkan LKS sesuai dengan kebutuhan
siswa.
Terakhir, kedua guru menyampaikan kesimpulan dari
materi yang telah dipelajari bersama di kelas. sebelumnya, saya menilai bahwa
pembelajaran matematika tidak berperan besar dalam pendidikan karakter, namun
setelah menyaksikan video pembelajaran di Jepang, saya baru menyadari
bahwasanya banyak karakter yang dapat dikembangkan pada diri siswa melalui
pembelajaran matematika. Dengan metode tersebut, saya lihat banyak hal yang
memengaruhi kepribadian siswa. Siswa menjadi lebih percaya diri tampil di depan
kelas, mengemukakan pendapat mereka satu per satu tanpa ragu sedikitpun, mereka
juga tidak segan menerima masukan-masukan dari teman yang lain, karena itu
justru akan lebih menambah wawasan mereka mengenai materi yang dipelajari.
Dalam diskusi, mereka terlatih untuk bisa bekerja sama dengan baik,
bertoleransi, dan menghormati perbedaan pendapat.
Permasalahannya, sudah siapkah Indonesia menerapkan
metode yang serupa ? Kita tahu selama ini apabila siswa ditanya mengenai
pelajaran apa yang paling ditakuti, maka kebanyakan dari mereka akan menjawab
‘matematika’. Padahal matematika apabila disajikan dengan cara yang tepat
justru akan membalikkan persepsi siswa 180 derajat menjadi sangat menyenagkan.
Guru di Indonesia bisa memanfaatkan alam terbuka dan kekayaan yang tumbuh di
atasnya sebagai media pembelajaran , tidak harus berada di dalam kelas.
dimungkinkan dengan cara ini siswa akan lebih mendapatkan kesegaran dalam
belajar matematika dan menyukai matematika. Guru matematika Indonesia perlu
berbenah diri, jangan sampai kalah dengan negara Jepang. Masa depan Indonesia
ditentukan dari kualitas generasi penerusnya. Indonesia yang maju jangan sampai
hanya sebagai omong kosong belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar