Dari beberapa contoh guru di atas, hampir semua masih belum
mampu menerapkan sistem pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Saya kira
hal itu sudah menjadi ciri khas, butuh waktu yang lama serta cara yang tidak
mudah untuk mengubah paradigma mereka. saya pernah berfikir ketika saya
berstatus sebagai siswa dan ketika itu saya sedang menghadapi guru yang bisa
dikatakan otoriter, beliau hampir selalu menggunakan media power point
dibarengi dengan ceramah yang hanya membuat kami merasa bosan dan jenuh,
setelah itu beliau memberikan pertanyaan namun pula tidak peduli tiada satupun
dari kami yang berusaha menjawab, beliau yang menjawab, soal-soal yang langsung
ditayangkan dalam slidepun beliau yang mengerjakan, mungkin dengan harapan kami
bisa memahami penyelesaian itu, saat itu saya bertanya dalam hati, bagaimana
cara mengajar yang lebih membuat saya paham ?
Saya pikir sebagian besar guru di Indonesia masih mendominasi aktivitas dalam kelas,
sehingga berimplikasi pada kemampuan siswa dalam belajar, merekapun tetap
memposisikan diri sebagai obyek pembelajaran. Maka guru seharusnya menyadari
akan potensi siswa yang berbeda antara satu dengan yang lain, berbeda dalam
menyikapi suatu masalah, berbeda dengan cara-cara yang dikuasai guru, sehingga
mereka (siswa) bebas membangun sendiri ilmu pengetahuannya. Dalam artikel lain
dikatakan bahwa siswa merupakan arsitek yang mampu membangun sendiri pemahaman
konsep matematikanya, karena pada hakikatnya matematika adalah pikiran siswa
itu sendiri. Jadi, siswa memiliki hak penuh untuk terbebas dari sikap otoriter
guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar