Jumat, 15 Maret 2013

refleksi (26) : Peer Teaching of Secondary Mathematics in Bilingual for Teachers of The Candidate of International School , karya Bp. Marsigit

Dari beberapa contoh guru di atas, hampir semua masih belum mampu menerapkan sistem pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Saya kira hal itu sudah menjadi ciri khas, butuh waktu yang lama serta cara yang tidak mudah untuk mengubah paradigma mereka. saya pernah berfikir ketika saya berstatus sebagai siswa dan ketika itu saya sedang menghadapi guru yang bisa dikatakan otoriter, beliau hampir selalu menggunakan media power point dibarengi dengan ceramah yang hanya membuat kami merasa bosan dan jenuh, setelah itu beliau memberikan pertanyaan namun pula tidak peduli tiada satupun dari kami yang berusaha menjawab, beliau yang menjawab, soal-soal yang langsung ditayangkan dalam slidepun beliau yang mengerjakan, mungkin dengan harapan kami bisa memahami penyelesaian itu, saat itu saya bertanya dalam hati, bagaimana cara mengajar yang lebih membuat saya paham ?
Saya pikir sebagian besar guru di Indonesia  masih mendominasi aktivitas dalam kelas, sehingga berimplikasi pada kemampuan siswa dalam belajar, merekapun tetap memposisikan diri sebagai obyek pembelajaran. Maka guru seharusnya menyadari akan potensi siswa yang berbeda antara satu dengan yang lain, berbeda dalam menyikapi suatu masalah, berbeda dengan cara-cara yang dikuasai guru, sehingga mereka (siswa) bebas membangun sendiri ilmu pengetahuannya. Dalam artikel lain dikatakan bahwa siswa merupakan arsitek yang mampu membangun sendiri pemahaman konsep matematikanya, karena pada hakikatnya matematika adalah pikiran siswa itu sendiri. Jadi, siswa memiliki hak penuh untuk terbebas dari sikap otoriter guru.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar