Jumat, 15 Maret 2013

refleksi (22) : Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 2: Intuisi dalam Matematika (2), karya Bp. Marsigit

Matematika itu sangat penting. Penting bagi kelangsungan hidup sehari-hari, seseorang haruslah benar-benar memahami kasus-kasus yang akan diselesaikannya, sama halnya dengan matematika. Penting dalam matematika tidak dapat dinilai melalui seberapa besar skor yang akan didapat siswa dari sebuah tes di jenjang pendidikan, akan tetapi penting dalam arti bagaimana siswa tersebut mampu mengaplikasikannya secara bermanfaat atau positif dalam kehidupan sehari-harinya, bagaimana matematika bisa digunakan sebagai solusi untuk memecahkan berbagai persoalan. Maka, apabila mulai dari sekolah saja siswa sudah tidak diberi kesempatan untuk benar-benar menghayati, memahami matematika, yang ada hanya perintah untuk menguasai berbagai materi menggunakan memori kerja mereka lalu mengerjakan soal-soal dan diharapkan untuk memperoleh skor setinggi mungkin, maka sanga sedikit yang dapat benar-benar diperoleh siswa dari pembelajaran matematika itu. yang mereka tahu, matematika itu ya sebatas apa yang guru ajarkan karena akan keluar dalam soal ujian, sehingga mereka berusaha mengejarnya, setelah itu hilang tak bersisa. Sangat disayangkan. Saya kadang kurang setuju dengan adanya ujian nasional yang menjadi syarat kelulusan seorang siswa. Ujian nasioanal boleh saja dilakukan, namun alangkah baiknya tidak untuk menjadi syarat mutlak kelulusan siswa, toh pada umumnya ujian nasional dilaksanakan hanya untuk mengukur peningkatan prestasi siswa di Indonesia per tahunnya. Pemerintah tidak tahu, setelah euforia peningkatan prestasi itu, justru siswa tidak mendapatkan apa-apa yang seharusnya mereka mengerti. Terlalu seringnya guru memberikan drill soal, yang memberikan banyak tekanan batin pada siswa, hanya akan menimbulkan suatu interferensi pada memori mereka, ilmu itu kabur satu per satu karena terlalu banyak dan mereka tidak memahaminya secara mendalam, sebatas apa yang disyaratkan untuk bisa mengerjakan soal ujian nasional. Ini namanya pembodohan, mungkin nilai mereka terpampang apik di ijazah, namun kualitasnya nol. Semoga praktik-praktik pembelajaran seperti ini di Indonesia segera diganti menjadi yang lebih layak.



source :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar