Senin, 18 Februari 2013

refleksi (1) : Elegi permintaan si murid cerdas kepada guru matematika, karya Bp. Marsigit


HENI KUSUMA
PGSD/ 2F/ 12108241073

http://powermathematics.blogspot.com/2010/08/elegi-permintaan-si-murid-cerdas-kepada.html#comment-form

Kebanyakan siswa mengatakan bahwa matematika itu selalu menjadi momok yamg paling menakutkan. Tidak sedikit siswa yang mengatakan bahwa matematika itu sulit, matematika itu membosankan, sehingga mereka sering merasakan benci yang amat sangat terhadap pengajarnya. Hal ini dikarenakan kesalahan penggunaan metode belajar guru yang selama ini hanya terpusat pada kepatuhan murid untuk melakukan apa yang guru perintahkan. Sebuah metode yang masih tradisional, di mana di sini guru memperlakukan siswa sebagai obyek yang seolah dengan mudah dapat dia bentuk menjadi apapun yang guru inginkan.
Seperti halnya ketika guru menggunakan metode ceramah dalam setiap pertemuan, menghadapi sekian banyak siswa di kelas, metode ini dirasa paling efektif. Namun kenyataannya tidak demikian. Yang ada justru siswa akan merasa tertekan, tidak berdaya, karena pengunaan metode ini tidak memikirkan bahwasanya hakekat manusia itu unik. Tidak ada manusia yang sama. Setiap manusia adalah berbeda dan setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda pula. Serangkaian metode menerangkan, memberi contoh, memberi soal, memberi tugas, dan menerangkan kembali sungguh tidak adil bagi mereka para siswa yang memiliki kemampuan berbeda. Dengan metode ini guru menjadi egois, arogan, sombong, dan menutup-nutupi potensi-potensi siswa yang seharusnya dapat mereka kembangkan secara bebas. Guru tidak pula dapat memaksa siswanya menyukai matematika. Rasa suka itu harus muncul dari diri mereka sendiri, dengan kesadaran mereka sendiri.
Sudah saatnya guru mengubah paradigma mengajar mereka dengan metode-metode yang lebih inovatif, yang memperlakukan siswa bukan sebagai benda atau obyek, akan tetapi menjadikan mereka subyek dari pembelajaran itu sendiri. Sesungguhnya siswalah yang belajar. Guru hanyalah sebagai perantara atau fasilitas mereka dalam menggali lebih dalam pengetahuan dalam rangka mengembangkan berbagai potensi yang ada. Guru harus bisa memberikan kesempatan pada mereka untuk belajar kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa saja. Belajar itu adalah hak mereka. Guru tidak boleh mengungkung kebebasan siswa dalam bereksplorasi. Guru seharusnya membiarkan siswanya bebas beraktivitas, memberikan mereka fasilitas untuk belajar mandiri, serta berdiskusi dengan sesamanya. Guru tidak perlu tergesa-gesa mengejar materi dan harus selesai dalam waktu yang sudah ditentukan. Itu akan menjadi sangat tidak efektif, yang ada malah sangat sedikit manfaat yang bisa didapatkan oleh siswa. Pendidikan adalah kegiatan jangka panjang, guru harus dapat memastikan bahwa siswa benar-benar telah menguasai apa yang mereka pelajari, barulah setelah itu beranjak ke materi selanjutnya.
Guru harus punya berbagai strategi guna menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda, agar pembelajaran itu dapat mencakup semua, bukan hanya beberapa saja yang dari awal memang sudah terlihat menonjol kemampuannya. Mereka yang diam di belakang bukan berarti tidak mau belajar, hanya saja mereka butuh cara lain untuk dapat belajar dengan menyenangkan dan ikhlas. Inilah yang disebut dengan pembelajaran demokratis, guru tidak bisa memaksa siswa, guru tidak bisa membuat siswa menjadi seperti ini itu yang ia mau, guru tidak bisa berlaku otoriter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar