Pada pertemuan
Minggu lalu, Bapak Marsigit kembali memperlihatkan sebuah video pembelajaran
matematika pada kelas tinggi di salah satu sekolah dasar di Jepang. Dari sana
kami bisa mengamati lagi bagaimana proses pembelajaran yang ada pada sekolah
tersebut dan membandingkannya dengan pembelajaran yang ada atau yang diterapkan
sekolah-sekolah dasar di negara Indonesia.
Dari video
tersebut saya pribadi dapat menangkap beberapa hal pokok mengenai metode yang
guru gunakan dalam pembelajarannya. sistemnya masih sama dengan video
pembelajaran matematika pada kelas rendah yang diputar sebelumnya, yaitu pada
awalnya guru memberikan penjelasan secara garis besar mengenai hal-hal yang
akan dipelajari hari itu, lalu bersama-sama dengan murid menyamakan pendapat
dan memastikan bahwa semua murid mempunyai gambaran umum agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam langkah-langkah selanjutnya.
Pada video
yang kami lihat tersebut, tampak anak-anak dalam kelas itu sedang membahas
mengenai bangun datar dan siswa diminta untuk menganalisisnya. Dalam dikusi dan
analisis mereka, mereka dapat menemukan bagian-bagian dari bangun tersebut yang
memiliki luas yang sama ketika mereka menarik suatu garis lurus pada bidang
yang menghubungkan antara dua titik tertentu, dan antara anak yang satu dengan
yang lain mampu menemukan bentuk bidang datar yang berbeda. Kira-kira seperti
ini yang dapat saya tangkap ketika mengamati video pembelajaran itu. Yang pasti, tetap ada diskusi kelompok kecil
untuk membahas dan menganalisis lembar kerja yang guru berikan. Dengan adanya
diskusi antar siswa dalam suatu kelompok kecil, siswa menjadi lebih mandiri dan
bebas mengeksplor kemampuan mereka untuk dapat menemukan sesuatu yang baru dari
yang mereka pelajari. Di samping itu, guru tetap mendampingi mereka dalam berdiskusi,
guru siap menerima keluhan-keluhan, masalah-masalah, atau pun
pertanyaan-pertanyaan yang benar-benar belum dimengerti anak terkait dengan
masalah yang mereka hadapi.
Semua siswa
berperan aktif dalam kegiatan diskusi. Usai melakukan diskusi, lembar kerja
yang telah dianalisis dipampangkan di papan tulis sehingga guru dan teman-teman
dari kelompok lain dapat mengamati sekaligus dapat menambah beberapa ilmu baru
dari penemuan-penemuan yang berbeda. Guru pun beraksi dengan menjelaskan satu
persatu kasus yang ditemukan masing-masing kelompok. Di sinilah terjadi diskusi
dalam lingkup yang lebih besar, yaitu antara
guru dengan semua siswa. Siswa pun mampu menjelaskan apa yang telah
mereka dapatkan atau pelajari dari
menganalisis masalah mengenai bangun datar tersebut.
Namun, apabila
dibandingkan dengan video pembelajaran di Jepang pada kelas rendah,
pembelajaran yang ada pada kelas tinggi ini siswa masih lebih cenderung pasif.
Guru masih mengendalikan banyak hal, seperti pada hasil diskusi yang dipampangkan
di depan, siswa kurang diberi kesempatan untuk menjelaskan secara lebih rinci.
Gurulah yang mengambil alih penjelasan dan siswa mendengarkan di tempat duduk
mereka masing-masing. Tidak terlalu terlihat peran guru kedua dalam
pembelajaran itu, hanya ada satu guru yang benar-benar aktif mengendalikan
kelas tersebut. Mungkin bisa saya katakan, kurang adanya team teaching antara kedua guru.
Jika
direfleksikan dengan pembelajaran yang terjadi di Indonesia, saya kira
Indonesia masih kalah. Kebanyakan masih lebih tradisional daripada ini. saya
sangat setuju apabila dalam satu kelas terdapat team teaching, sehingga tidak hanya satu guru yang mengampu satu
kelas apalagi harus menghadapi siswa dalam jumlah yang banyak. Pada akhirnya
tidak semua kebutuhan siswa dapat terpenuhi, pasti akan terjadi ketimpangan
dalam pelayanan terhadap siswa. Selain itu, dapat diketahui hal-hal yang masih
perlu ditingkatkan baik pada aspek guru, siswa, maupun komponen pembelajaran
yang lain.
Kebanyakan
siswa di Indonesia malu untuk mengungkapkan pendapat, sampai saat ini pun saya
belum mengerti mengapa terjadi seperti itu, apakah karena pengaruh dari sistem
pendidikan yang selalu berorientasi pada guru, sehingga anak akan merasa takut
salah, takut tidak sependapat dengan guru, atau karena hal lain ? Saya kira
iya. Ide-ide, gagasan-gagasan cemerlang yang ada dalam diri siswa tidak mampu
terungkapkan secara maksimal. Kasihan, padahal mereka berhak untuk mengemukakan
pendapat. Sudah saatnya kebiasaan itu kita tinggalkan. Untuk selanjutnya, bisa
saja dilakukan inovasi dalam pembelajaran dengan memanfaatkan aset-aset yang
ada di negara kita. Pembelajaran inovatif tidak harus seperti di Jepang,
Indonesia bisa menciptakan metode sendiri dengan basis budaya lokal. Yang
terpenting dalam pembelajaran adalah mengutamakan pemenuhan kebutuhan siswa.
Pembelajaran harus berorientasi pada siswa. Guru harus membiarkan siswa
mengeksplorasi sendiri pengetahuan mereka, membiarkan mereka belajar dengan
cara yang sesuai dengan kemampuan mereka.
Kegiatan
diskusi sangat penting, agar semua siswa dapat terlibat dalam pembelajaran,
bukan hanya diam di tempat duduk maisng-masing dan pasrah saja dengan yang
disampaikan guru. Lembar kerja siswa yang selama ini mengandalkan dari sebuah
penerbit, jangan selamanya dijadikan acuan, guru harus bisa mengembangkannya
dengan menyesuaikan karakter dan kebutuhan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar